Senin, 30 Maret 2009

KRITERIA DAN INDIKATOR MANAJEMEN HUTAN TANAMAN LESTARI

Hutan tanaman merupakan hutan yang diusahakan untuk memenuhi kebutuhan akan kayu, dengan sifat tegakan seumur dan sejenis sesuai dengan tujuan pengelolaan. Permudaan pada hutan tanaman cenderung permudaan buatan. Oleh karena sifat yang sejenis dan seumur maka saat pemanenan diperlukan metode khusus. Pemanenan hutan tanaman dilakukan dengan pertimbangan efisiensi dan produktifitas. Ketika menyinggung suatu tegakan khususnya tegakan produksi maka harus ada aspek kelestarian (sustain) dalam pemanenan.
Kriteria adalah suatu aspek yang dipandang penting untuk memungkinkan penilaian atas usaha pemanfaatan hutan tanaman. Suatu kriteria diikuti oleh serangkaian indikator yang berkaitan. Kriteria diperlukan untuk mengetahui batasan jelas mengenai lestari pada hutan tanaman.
Indikator adalah adalah atribut kuantitatif dan atau kualitatif dan atau deskriptif yang apabila diukur atau dipantau secara periodik menunjukkan arah perubahan. Indikator akan diperlukan untuk meninjau sejauh mana tingkat lestari pada suatu hutan tanaman.
Pengelolaan hutan secara lestari adalah pengelolaan hutan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan ekologi antara lain meliputi : (a) kawasan hutan yang mantap; (b) produksi yang berkelanjutan; (c) manfaat sosial bagi masyarakat di sekitar hutan; dan (d) lingkungan yang mendukung sistem penyangga kehidupan.
Kriteria dan indikator usaha pengelolaan hutan secara lestari pada unit manajemen usaha pemanfaatan hutan tanaman berdasarkan SK menteri kehutanan No 177/kpts-II/2003 antara lain:

Kriteria 1. Prasyarat / Kepastian Kawasan hutan
Indikator 1.1. Kepastian kawasan Unit Manajemen HPHT/HPHTI atau IUPHHK pada Hutan Tanaman.
Indikator 1.2. Komitmen pemegang hak/izin atau calon pemegang izin.
Indikator 1.3. Kemampuan investasi perusahaan.
Indikator 1.4. Kesesuaian dengan kerangka hukum, kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam rangka usaha pemanfaatan Hutan Tanaman.
Indikator 1.5. Kesesuaian tapak bagi pembangunan Hutan Tanaman.
Indikator 1.6. Jumlah dan kecukupan tenaga profesional dan tenaga teknis yang diperlukan bagi pembangunan Hutan Tanaman.
Indikator 1.7. Kapasitas dan mekanisme untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan periodik, evaluasi, dan penyajian umpan balik mengenai kemajuan pencapaian pengelolaan hutan secara lestari pada unit manajemen HPHT/HPHTI atau IUPHHK pada Hutan Tanaman.

Kriteria 2. Produksi
Indikator 2.1. Penataan areal kerja.
Indikator 2.2. Kemampuan pembuatan tanaman.
Indikator 2.3. Jaminan keberhasilan tanaman.
Indikator 2.4. Ketersediaan bibit.
Indikator 2.5. Ketersediaan pasar (market) yang jelas.
Indikator 2.6. Ketersediaan dan penerapan teknologi tepat.
Indikator 2.7. Kesehatan finansial pemegang hak/izin.
Indikator 2.8. Pengaturan hasil lestari.
Indikator 2.9. Ketersediaan prosedur dan implementasi pengendalian kebakaran hutan.

Kriteria 3. Sosial
Indikator 3.1. Kejelasan penguasaan/pemilikan atas tanah di areal kerja HPHT/HPHTI atau IUPHHK pada Hutan Tanaman.
Indikator 3.2. Ketersediaan mekanisme solusi konflik sosial.
Indikator 3.3. Ketersediaan mekanisme dan implementasi pendistribusian manfaat.
Indikator 3.4. Ketersediaan mekanisme dan implementasi partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan Hutan Tanaman.
Indikator 3.5. Ketersediaan mekanisme dan implementasi peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

Kriteria 4. Ekologi
Indikator 4.1. Data mengenai kawasan lindung dalam setiap areal kerja HPHT/HPHTI atau IUPHHK pada Hutan Tanaman.
Indikator 4.2. Ketersediaan prosedur dan implementasi pedoman pengelolaan tanah secara sipil-teknis dan vegetatif untuk konservasi tanah dan air.
Indikator 4.3. Perlindungan pencemaran tanah dan air akibat penggunaan bahan kimia.
Indikator 4.4. Ketersediaan dan penerapan prosedur untuk mengidentifikasikan spesies flora dan fauna yang langka (endangered), jarang (rare) dan tercancam punah (threatened).
Indikator 4.5. Ketersediaan dan implementasi pedoman pengelolaan flora dan fauna untuk : 1) Mempertahankan keberadaan hutan alam. 2) Melindungi keberadaan flora dan fauna genting, jarang dan terancan punah. 3) Melindungi keberadaan flora dan fauna yang merupakan kekhasan wilayah setempat.
Indikator 4.6. Perlindungan hutan
Hutan tanaman merupakan hutan yang diusahakan untuk memenuhi kebutuhan akan kayu, dengan sifat tegakan seumur dan sejenis sesuai dengan tujuan pengelolaan. Permudaan pada hutan tanaman cenderung permudaan buatan. Oleh karena sifat yang sejenis dan seumur maka saat pemanenan diperlukan metode khusus. Pemanenan hutan tanaman dilakukan dengan pertimbangan efisiensi dan produktifitas. Ketika menyinggung suatu tegakan khususnya tegakan produksi maka harus ada aspek kelestarian (sustain) dalam pemanenan.
Kriteria adalah suatu aspek yang dipandang penting untuk memungkinkan penilaian atas usaha pemanfaatan hutan tanaman. Suatu kriteria diikuti oleh serangkaian indikator yang berkaitan. Kriteria diperlukan untuk mengetahui batasan jelas mengenai lestari pada hutan tanaman.
Indikator adalah adalah atribut kuantitatif dan atau kualitatif dan atau deskriptif yang apabila diukur atau dipantau secara periodik menunjukkan arah perubahan. Indikator akan diperlukan untuk meninjau sejauh mana tingkat lestari pada suatu hutan tanaman.
Pengelolaan hutan secara lestari adalah pengelolaan hutan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan ekologi antara lain meliputi : (a) kawasan hutan yang mantap; (b) produksi yang berkelanjutan; (c) manfaat sosial bagi masyarakat di sekitar hutan; dan (d) lingkungan yang mendukung sistem penyangga kehidupan.
Kriteria dan indikator usaha pengelolaan hutan secara lestari pada unit manajemen usaha pemanfaatan hutan tanaman berdasarkan SK menteri kehutanan No 177/kpts-II/2003 antara lain:

Kriteria 1. Prasyarat / Kepastian Kawasan hutan
Indikator 1.1. Kepastian kawasan Unit Manajemen HPHT/HPHTI atau IUPHHK pada Hutan Tanaman.
Indikator 1.2. Komitmen pemegang hak/izin atau calon pemegang izin.
Indikator 1.3. Kemampuan investasi perusahaan.
Indikator 1.4. Kesesuaian dengan kerangka hukum, kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam rangka usaha pemanfaatan Hutan Tanaman.
Indikator 1.5. Kesesuaian tapak bagi pembangunan Hutan Tanaman.
Indikator 1.6. Jumlah dan kecukupan tenaga profesional dan tenaga teknis yang diperlukan bagi pembangunan Hutan Tanaman.
Indikator 1.7. Kapasitas dan mekanisme untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan periodik, evaluasi, dan penyajian umpan balik mengenai kemajuan pencapaian pengelolaan hutan secara lestari pada unit manajemen HPHT/HPHTI atau IUPHHK pada Hutan Tanaman.

Kriteria 2. Produksi
Indikator 2.1. Penataan areal kerja.
Indikator 2.2. Kemampuan pembuatan tanaman.
Indikator 2.3. Jaminan keberhasilan tanaman.
Indikator 2.4. Ketersediaan bibit.
Indikator 2.5. Ketersediaan pasar (market) yang jelas.
Indikator 2.6. Ketersediaan dan penerapan teknologi tepat.
Indikator 2.7. Kesehatan finansial pemegang hak/izin.
Indikator 2.8. Pengaturan hasil lestari.
Indikator 2.9. Ketersediaan prosedur dan implementasi pengendalian kebakaran hutan.

Kriteria 3. Sosial
Indikator 3.1. Kejelasan penguasaan/pemilikan atas tanah di areal kerja HPHT/HPHTI atau IUPHHK pada Hutan Tanaman.
Indikator 3.2. Ketersediaan mekanisme solusi konflik sosial.
Indikator 3.3. Ketersediaan mekanisme dan implementasi pendistribusian manfaat.
Indikator 3.4. Ketersediaan mekanisme dan implementasi partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan Hutan Tanaman.
Indikator 3.5. Ketersediaan mekanisme dan implementasi peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

Kriteria 4. Ekologi
Indikator 4.1. Data mengenai kawasan lindung dalam setiap areal kerja HPHT/HPHTI atau IUPHHK pada Hutan Tanaman.
Indikator 4.2. Ketersediaan prosedur dan implementasi pedoman pengelolaan tanah secara sipil-teknis dan vegetatif untuk konservasi tanah dan air.
Indikator 4.3. Perlindungan pencemaran tanah dan air akibat penggunaan bahan kimia.
Indikator 4.4. Ketersediaan dan penerapan prosedur untuk mengidentifikasikan spesies flora dan fauna yang langka (endangered), jarang (rare) dan tercancam punah (threatened).
Indikator 4.5. Ketersediaan dan implementasi pedoman pengelolaan flora dan fauna untuk : 1) Mempertahankan keberadaan hutan alam. 2) Melindungi keberadaan flora dan fauna genting, jarang dan terancan punah. 3) Melindungi keberadaan flora dan fauna yang merupakan kekhasan wilayah setempat.
Indikator 4.6. Perlindungan hutan

POTENSI PRODUKSI AMPUPU (Eucaliptus urophylla)

Menghadapi tantangan dunia kehutanan di bidang produksi (industri) dan kelestarian jenis maka gencar dilakukan penelitian terhadap spesies-spesies yang potensial dalam hal produksi yang dapat menjawab permasalahan ketersediaan bahan baku (kuantitas) dan kualitas bahan baku. Kuantitas tersebut juga sangat berhubungan dengan daur msaing-masning sepesies. Daur juga akan berpengaruh terhadap kualitas kayu seperti klasifikasi kelas awet dimana kayu-kayu slow growing spesies dari segi kekerasan dan keawetan lebih baik dari fast growing spesies.

Salah satu industri yang berkembang di Indonesia adalah industry pulp and paper. Bahan baku untuk industry ini yaitu kayu-kayu yang mempunyai serat-serat yang rapat (padat) yang menyusun kayu itu sendiri sehingga saat ini "primadona" bahan baku pulp and paper adalah Acacia sp. Dikarenakan merupakan fast growing, potensinya banyak, mampu hidup didaerah bekas lahan kritis. Tetapi diantara keunggulan tersebut muncul kelemahan yaitu ancaman penyakit akar merah (Ganoderma sp.) yang dapat menyebabkan kerusakan yang luas terhadap tegakan Acacia sp.

Dengan penanaman system HTI (hutan tanaman industri) maka perlu adanya rotasi tegakan agar tapak (lahan) tidak jenuh serta untuk mengurangi ancaman perluasan penyakit sehingga kerusakan dapat dikendalikan dan bahan baku tetap tersedia. Kayu yang potensial dan mulai dikembangkan di beberapa HTI yaitu Eucalyptus urophylla dengan beberapa pertimbangan.

Eucalyptus urophylla merupakan spesies dari genus Eucalyptus sp. dengan daerah persebaran yaitu Sulawesi, Sumatera, Jawa, Australia, dan Maluku. Ciri kenampakan fisik pohon ini adalah Tinggi dapat mencapai 20 m dan terkadang 50 m, bergaris tengah batang 1 -2) m, kulit batang halus, berwarna putih, abu, hijau kekuningan, hijau keabuan. Daun tunggal berselingan, menjuntai, bertangkai, berbentuk lanset, memiliki panjang 8—30 cm dan lebar 0.7—2.0 cm, ujung daun meruncing; tangkai daun bundar, panjang tangkai daun 12 – 15 mm. Perbungaan aksiler, berbentuk payung, terdiri dari 7 – 11 bunga; tangkai bunga ramping, bundar atau bersegi empat, panjang tangkai bunga 6 – 15 mm, panjang tangkai anak bunga 5 – 12 mm; buah kering berbentuk kapsul yang berdinding tipis. Biji sangat kecil, sekitar 15 biji per buah. Masuk ke dalak kelas awet II-IV dan kelas kuat II-IV.

Bahan baku pulp yang potensial adalah Eucalyptus urophylla dikarenakan kayunya kaya akan serat dan memiliki kualitas yang baik. Banyak Industri yang melirik kayu Eucalyptus urophylla sebagai bahan pulp seperti RAPP yang melirik Eucalyptus urophylla sebagai langkah antisipasi atas ancaman Ganoderma yang menyerang Acacia mangium, Toba Pulp yang merupakan satu-satunya HTI yang menginvestasikan penanaman ekaliptus untuk persediaan jangka panjang dengan mengembangkan uro-grandis yaitu perkawinan antara E.urophylla dan E.grandis, dan beberapa industry lainnya yang masih dalam proses uji coba. Dengan adanya potensi Eucalyptus urophylla maka semakin beragam pula komoditas Indonesia untuk industry. Pulp and paper dengan kualitas yang baik serta pengawasan mutu yang ketat akan menjadi nilai jual yang tinggi bagi produk Indonesia.

Tak hanya industry pulp and paper yang menjadi sasaran pengolahan kayu ekaliptus, industry perkapalan tradisional dan perkapalan kayu juga memiliki potensi yang besar dalam penggunaan Eucalyptus urophylla. Para produsen kapal mengkau kayu ekaliptus memiliki kelebihan untuk dijadikan bagian bawah kapal karena sifat konstruksinya yang kuat dan yang menarik adalah kayu ini lebih tahan terhadap kerusakan oleh air laut sehingga kapal menjadi lebih awet.
Selain itu ekaliptus juga sangat potensial sebagai bahan baku industry kayu lapis, arang serbuk, briket arang, soil conditioner, pohon pelindung. Arang serbuk, briket arang serta soil conditioner merupakan alternative pemanfaatan dan pengolahan limbah industry dengan bahan baku ekaliptus seperti industry kayu lapis dan penggergajian sehingga efisiensi pemanfaatan bahan baku semakin tinggi.

Dari uraian di atas maka peerlu adanya pengembangan ekaliptus sebagai potensi besar untuk menjawab kebutuhan industry. Ekaliptus dapat dimanfaatkan untuk
• Pulp and paper
• Perkapalan
• Kayu lapis
• Arang serbuk, briket arang
• Soil conditioner
• Pohon pelindung